Menyimak Pengkajian Online ala NU Jerman
Penulis: Arli Aditya Parikesit - detikinet
Screenshot Nujerman.de Jakarta
- Pada 16-17 April 2011, sejumlah mahasiswa Nahdliyin menggelar
pertemuan untuk mendeklarasikan PCI (Pengurus Cabang Istimewa) NU Jerman
di bilangan Wedding, Berlin.
Dalam pertemuan tersebut, telah terpilih Ketua Tanfidziyah Suratno, dan Ketua Rois Syuriah Syafiq Hasyim. Dalam berbagai kegiatannya, NU Jerman selalu bersinergi dengan PPI Jerman. Ini dalam rangka menegaskan warna kebangsaan organisasi ini.
Adapun salah satu komitmen dan program kerja kami adalah menyebarkan nilai-nilai kebangsaan melalui kegiatan online. Itulah alasan utama, mengapa kami mengembangkan web http://nujerman.de.
Website Nujerman.de
Menurut Ben Anderson, nasionalisme adalah Imagined Communities. Beliau menguraikan nasionalisme sebagai suatu 'persamaan nasib' yang mengikat berbagai suku bangsa yang berada dalam satu teritori.
Jika demikian, persamaan nasib apakah yang mengikat kita semua sebagai bangsa? Perjalanan sejarah telah mengikat kita menjadi satu bangsa, dan berbagai dialektika yang di dalamnya menunjukkan berbagai pergumulan pemikiran yang sangat tajam untuk mengurai berbagai permasalahan semua komponen bangsa.
Pergumulan pemikiran, dan bukan pergumulan 'bayonet dan mesiu', itulah yang dihadirkan oleh NU Jerman melalu website tersebut.
Seperti yang telah dimuat oleh detikINET, agamawan juga telah memiliki positioning di dunia maya. Dalam konteks inilah, NU Jerman hadir menawarkan keagamaan dalam bingkai kebangsaan secara online. Salah satu kegiatan unggulan yang diusung adalah pengkajian online dengan video streaming di sini.
Selain dihadiri warga PCI NU Jerman, pengkajian streaming juga berlangsung secara online dari berbagai negara, tidak hanya Jerman tapi juga Mesir, Yaman, Sudan, Marokko, Libanon, Belanda, Prancis, Australia, Amerika Serikat, dan tentu saja Indonesia.
Pengkajian online adalah kegiatan 'inclusive all in one', yang terbuka bagi semua orang tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras, ataupun golongan. Sesuai dengan namanya, ini adalah 'pengkajian', dan bukan 'pengajian'. Hal ini mencerminkan keterbukaan dari kajian tersebut kepada siapapun netizen di dunia.
Format acara selalu disesuaikan dengan bingkai kebangsaan yang inklusif dan merangkul semua orang tanpa kecuali.
Diskusi Kebangsaan Melalui Video Streaming
Banyak topik yang dibahas via pengkajian video streaming ini. Pada umumnya mengenai bingkai agama dalam konteks kebangsaan. Seperti kuliah Prof Arskal Salim mengenai 'Hukum Syariah dan Ke-Indonesiaan', Dr Syaiful Umam mengenai 'Sejarah dan Budaya Islam di Indonesia', Zainut Tauhid mengenai 'Dinamika Politik Mutakhir di Indonesia', serta Rita Olivia Tambunan mengenai 'Penegakkan Hukum di Indonesia Tahun 2011'.
Namun, berbeda sekali dengan pengkajian sebelumnya, pada akhirnya kami menyajikan topik mengenai Sains dan teknologi. Dr. Sidrotun Naim, Post Doctoral Fellow di Harvard University, AS, mendapatkan juga kehormatan untuk mengisi forum mengenai 'Riset-riset aplikatif dan Kesejahteraan umat'.
Dr Naim adalah pakar biologi molekuler, yang sedang mengembangkan vaccine/drugs untuk penyakit udang dan pemenang 2012 UNESCO L'Oreal Fellow. Dalam kaitannya dengan video streaming, kami telah berhasil memasukkan perwakilan dari banyak bidang ilmu ke dalam pengkajian. Diharapkan akan lebih banyak lagi bidang ilmu yang dikaji.
Satu hal yang menarik. Ada sebuah artikel mengenai 'Islam dan Toleransi', ditulis oleh Suratno dalam bahasa Jerman di web nujerman.de. Ini adalah cara untuk mewartakan religiusitas yang moderat kepada publik Jerman secara umum.
Sesuai khittah 1984, NU Jerman tidaklah pernah melakukan pengkajian politik praktis. Hal tersebut tercermin dalam semua arsip diskusi online yang selalu kritis dengan semua afiliasi politis.
Humanisme Online, Masa Depan Netizen Indonesia
Mahatma Gandhi, Malcolm X, Martin Luther King Jr, dan Gus Dur telah menunjukkan bahwa perdamaian adalah sesuatu yang harus diperjuangkan, tanpa menggunakan kekerasan sedikitpun. Humanisme adalah perdamaian tanpa kekerasan.
Kami menolak tegas premis bangsa Romawi, 'jika ingin damai, berperanglah'. Brutalisme ala 'Gladiator Romawi' haruslah dihilangkan dari kehidupan berbangsa untuk seterusnya. Kami juga menolak tegas premis fasisme, yang menegaskan bahwa perbedaan harus dihilangkan, dengan kebencian yang paripurna.
Nilai-nilai kemanusiaan inilah yang ingin kami bagi secara online kepada segenap komponen bangsa. Selain di website nujerman.de, kami hadir di Twitter, Facebook, dan G+. Kami hadir di dunia maya, untuk saling berbagi mengenai toleransi, perdamaian, dan kemanusiaan.
Kami percaya, bahwa sains dan teknologi, termasuk IT, seyogyanya dimanfaatkan untuk kepentingan kemanusiaan, dan bukan untuk mengumbar kebencian dan brutalisme.
Kami percaya juga, bahwa kemajuan IT, web, dan social media, seyogyanya mengakomodasi berbagai perbedaan pendapat, ekspresi dan keyakinan dari setiap komponen bangsa, dan bukannya melibas mereka.
Terima kasih kepada Muhammad Zikky atas kerja kerasnya mengembangkan web nujerman.de
Dalam pertemuan tersebut, telah terpilih Ketua Tanfidziyah Suratno, dan Ketua Rois Syuriah Syafiq Hasyim. Dalam berbagai kegiatannya, NU Jerman selalu bersinergi dengan PPI Jerman. Ini dalam rangka menegaskan warna kebangsaan organisasi ini.
Adapun salah satu komitmen dan program kerja kami adalah menyebarkan nilai-nilai kebangsaan melalui kegiatan online. Itulah alasan utama, mengapa kami mengembangkan web http://nujerman.de.
Website Nujerman.de
Menurut Ben Anderson, nasionalisme adalah Imagined Communities. Beliau menguraikan nasionalisme sebagai suatu 'persamaan nasib' yang mengikat berbagai suku bangsa yang berada dalam satu teritori.
Jika demikian, persamaan nasib apakah yang mengikat kita semua sebagai bangsa? Perjalanan sejarah telah mengikat kita menjadi satu bangsa, dan berbagai dialektika yang di dalamnya menunjukkan berbagai pergumulan pemikiran yang sangat tajam untuk mengurai berbagai permasalahan semua komponen bangsa.
Pergumulan pemikiran, dan bukan pergumulan 'bayonet dan mesiu', itulah yang dihadirkan oleh NU Jerman melalu website tersebut.
Seperti yang telah dimuat oleh detikINET, agamawan juga telah memiliki positioning di dunia maya. Dalam konteks inilah, NU Jerman hadir menawarkan keagamaan dalam bingkai kebangsaan secara online. Salah satu kegiatan unggulan yang diusung adalah pengkajian online dengan video streaming di sini.
Selain dihadiri warga PCI NU Jerman, pengkajian streaming juga berlangsung secara online dari berbagai negara, tidak hanya Jerman tapi juga Mesir, Yaman, Sudan, Marokko, Libanon, Belanda, Prancis, Australia, Amerika Serikat, dan tentu saja Indonesia.
Pengkajian online adalah kegiatan 'inclusive all in one', yang terbuka bagi semua orang tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras, ataupun golongan. Sesuai dengan namanya, ini adalah 'pengkajian', dan bukan 'pengajian'. Hal ini mencerminkan keterbukaan dari kajian tersebut kepada siapapun netizen di dunia.
Format acara selalu disesuaikan dengan bingkai kebangsaan yang inklusif dan merangkul semua orang tanpa kecuali.
Diskusi Kebangsaan Melalui Video Streaming
Banyak topik yang dibahas via pengkajian video streaming ini. Pada umumnya mengenai bingkai agama dalam konteks kebangsaan. Seperti kuliah Prof Arskal Salim mengenai 'Hukum Syariah dan Ke-Indonesiaan', Dr Syaiful Umam mengenai 'Sejarah dan Budaya Islam di Indonesia', Zainut Tauhid mengenai 'Dinamika Politik Mutakhir di Indonesia', serta Rita Olivia Tambunan mengenai 'Penegakkan Hukum di Indonesia Tahun 2011'.
Namun, berbeda sekali dengan pengkajian sebelumnya, pada akhirnya kami menyajikan topik mengenai Sains dan teknologi. Dr. Sidrotun Naim, Post Doctoral Fellow di Harvard University, AS, mendapatkan juga kehormatan untuk mengisi forum mengenai 'Riset-riset aplikatif dan Kesejahteraan umat'.
Dr Naim adalah pakar biologi molekuler, yang sedang mengembangkan vaccine/drugs untuk penyakit udang dan pemenang 2012 UNESCO L'Oreal Fellow. Dalam kaitannya dengan video streaming, kami telah berhasil memasukkan perwakilan dari banyak bidang ilmu ke dalam pengkajian. Diharapkan akan lebih banyak lagi bidang ilmu yang dikaji.
Satu hal yang menarik. Ada sebuah artikel mengenai 'Islam dan Toleransi', ditulis oleh Suratno dalam bahasa Jerman di web nujerman.de. Ini adalah cara untuk mewartakan religiusitas yang moderat kepada publik Jerman secara umum.
Sesuai khittah 1984, NU Jerman tidaklah pernah melakukan pengkajian politik praktis. Hal tersebut tercermin dalam semua arsip diskusi online yang selalu kritis dengan semua afiliasi politis.
Humanisme Online, Masa Depan Netizen Indonesia
Mahatma Gandhi, Malcolm X, Martin Luther King Jr, dan Gus Dur telah menunjukkan bahwa perdamaian adalah sesuatu yang harus diperjuangkan, tanpa menggunakan kekerasan sedikitpun. Humanisme adalah perdamaian tanpa kekerasan.
Kami menolak tegas premis bangsa Romawi, 'jika ingin damai, berperanglah'. Brutalisme ala 'Gladiator Romawi' haruslah dihilangkan dari kehidupan berbangsa untuk seterusnya. Kami juga menolak tegas premis fasisme, yang menegaskan bahwa perbedaan harus dihilangkan, dengan kebencian yang paripurna.
Nilai-nilai kemanusiaan inilah yang ingin kami bagi secara online kepada segenap komponen bangsa. Selain di website nujerman.de, kami hadir di Twitter, Facebook, dan G+. Kami hadir di dunia maya, untuk saling berbagi mengenai toleransi, perdamaian, dan kemanusiaan.
Kami percaya, bahwa sains dan teknologi, termasuk IT, seyogyanya dimanfaatkan untuk kepentingan kemanusiaan, dan bukan untuk mengumbar kebencian dan brutalisme.
Kami percaya juga, bahwa kemajuan IT, web, dan social media, seyogyanya mengakomodasi berbagai perbedaan pendapat, ekspresi dan keyakinan dari setiap komponen bangsa, dan bukannya melibas mereka.
Terima kasih kepada Muhammad Zikky atas kerja kerasnya mengembangkan web nujerman.de
Post a Comment